PEMIKIRAN
TENTANG BUDAYA POPULER DAN SASTRA
POPULER
Bangkit
Bagas Widodo
11010400
Abtrak
Dari hasil tinjauan pustaka menunjukan bahwa dunia sastra terus
mengalami banyak perkembangan, seperti munculnya budaya populer yang kemudian
berimbas pada munculnya suatu karya sastra populer. Ada-pula pengertian sastra
popular merupakan suatu karya sastra yang terkenal pada masanya. Karakteristik
sastra populer bilamana dilihat secara struktural biasanya bertema percintaan
karena memang permasalahan ini hampir tidak pernah padam. Selain itu hubungan
antara budaya populer dengan sastra populer yaitu ketika budaya populer
disandingkan dengan teks sastra akan menciptakan suatu karya sastra popular
atau ketika sastra bertemu dengan budaya populer maka akan melahirkan sastra
populer. Sedangkan sastra yang adiluhung (serius) dapat pula menjadi sastra
popular bilamana mendapat momen dimana cerita yang diangkat sedang popular pada
masanya. Ini didukung dengan penegertian sastra populer berikut yang menyatakan bahwa sastra popular
merupakan sastra yang populer pada masanya dan banyak pembacanya, khususnya
pembaca di kalangan remaja.
Kata kunci : sastra popular, adiluhung,
karya sastra
PENDAHULUAN
Dewasa ini, perkembangan dunia modern (globalisasi) telah mengubah
segala lapisan untuk turut serta terbawa arus modernisasi. Budaya populer yang
tadinya belum merambah dunia sastra kini telah menjamahnya hingga munculah
sastra popular yang tidak lain memiliki batasan suatu karya sastra yang
mamiliki sifat budaya popular yaitu hasil budaya dalam bentuk tulisan (sastra)
yang sedang popular dimasyarakat, tersebar dimayarakat, dan hasil karyanya
(baik cerpen, puisi dan karya lain yang termasuk karya sastra) mengabaikan
nilai-nilai keseriusan, intelektualitas, penghargaan terhadap waktu dan
originalitas.
Karya
sastra pun terus berkembang, yang tadinya hasil karya satra terikat dengan
aturan (sistemis) kinipun menjadi tanpa aturan sehingga kedua kubu ini terus
saling menjaga keyakinan yang dianutnya. Seperti yang dikatakan Teew yaitu perkembangan karya
sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan pembaharuan, antara
keterikatan pada genre, konvensi, dan kebebasan mencipta.
Hal
ini juga merujuk pada karya sastra yang adiluhung dan juga jenis karya sastra popular,
yang bisa dibilang karya sastra tersebut tidak bersinergi melainkan berlawanan
arus. Karya sastra adiluhung merupakan karya sastra yang mengutamakan kualitas,
nilai-nilai dan nilai-nilai kesastraan yang tinggi dan berujung pada
penghargaan sedangkan karya sastra popular sebaliknya yang mengutamakan selera
penerbit dan berujung pada hasil yang bisa dinilai dengan uang.
Namun
sebenarnya dalam perkembangannya tidak lagi dinilai apakah sastra populer ini
lebih rendah daripada karya sastra adiluhung, bukan mana yang lebih bagus atau
mana yang lebih jelek. Karena dengan penilaian yang demikian akan menciptakan
kelas secara vertikal terhadap karya sastra.
Para mahir pun banyak yang mencoba menggali dan coba menemukan
ruang lingkup dari keduanya, hubungannya, karakteristinya contoh karyanya dan
perkembangan-perkembangan lainya.
PEMBAHASAN
Seperti yang sudah coba diungkap di atas
bahwa budaya populer sangatlah berperan dalam lahirnya sastra popular, maka
sebelum lebih jauh melangkah untuk mengetahui lebih dalam apa
itu sastra popular maka akan terlebih dahulu dirumuskan apa itu budaya popular.
Dari teori yang diungkapkan oleh Graeme Burton (dalam Deka, 2013) menyatakan
bahwa yang pertama budaya popular/pop adalah bagaimana produk-produk budaya dikonsumsi
atau digunakan. Sedangkan budaya massa adalah merujuk bagaimana
budaya itu diproduksi,
didistribusikan dan dipasarkan. Sedangkan
menurut Williams, (1983) budaya popular yaitu merujuk pada budaya pop atau budaya
yang menyenangkan atau banyak disukai orang, kedua budaya pop merupakan kategori residual. Dengan kata
lain budaya pop
didefinisikkan sebagai budaya
”substandar”. ketiga yaitu
mendefinisikan budaya pop
sebagai ”budaya massa”.
Definisi tersebut sangat tergantung
pada definisi sebelumnya.
Mereka menyatakan budaya
pop adalah ”budaya massa” dengan
tujuan menegaskan bahwa budaya massa secara komersial tidak bisa diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa. Sehingga dapat
disimpulkan oleh penulis bahwa budaya popular merupakan bentuk-bentuk budaya
yang lebih mengedepankan sisi popularitasnya.
Selanjutnya tentang sastra popular,
menurut Nurgiyantoro sastra populer adalah “sastra yang populer pada masanya
dan banyak pembacanya, khususnya pembaca di kalangan remaja”, menurutnya juga (2007:18)
sastra popular adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan
kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Ia menunjukan kembali rekaman
kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali
pengalaman-pengalaman sehingga merasa terhibur karena salah seorang telah
mencurahkan pengalamanya itu. Sastra popular akan setia mencurahkan kembali “emosi-emosi
asli” oleh karena itu menurut kayam (dalam Nurgiyantoro 2007:18) sastra popular
yang baik banyak mengundang pembaca unutuk mengidentifikasi dirinya.
Dengan demikian Sastra populer tidak
menampilkan permasalahn hidup secara intens, sebab jika demikian, sastra populer
akan menjadi berat dan berubah menjadi sastra serius (Nurgiyantoro, 1981),
namun yang perlu dipahami lebih dalam bahwa sastra populer bukan
berarti semata-mata karya yang populer atau terkenal, namun istilah tersebut
adalah terjemahan dari popular literature sebagai pembeda dari high literature atau
sastra adiluhung.
Lalu
bagaimanakah hubungan antara keduanya. Hubungan
antara budaya populer dengan sastra populer yaitu ketika budaya populer
disandingkan dengan teks sastra akan menciptakan suatu karya sastra popular
atau ketika sastra bertemu dengan budaya populer maka akan melahirkan sastra popular.
Maka sudah dipastikan keduanya saling mempengaruhi dan melakukan timbal balik.
Selanjutnya
yaitu tentang karakteristik sastra. Karakteristik sastra populer merupakan
suatu ciri khusus yang dapat membedakan antara karya sastra populer dengan
adiluhung, yang tentu dapat diidentifikasi dengan melihat secara structural
yaitu yang berkaitan dengan Intrinsiknya, seperti tema, penokohan, amanat dsb
maupun visualnya (gambar sampul dsb). Untuk lebih lengkapnya yaitu sebagai
berikut : a. bentuk sampulnya
sering menonjolkan warna cerah, ilustrasi agak ramai, gambar wanita dengan
tetesan air mata atau gambar pemuda yang sedang memeluk kekasihnya ; b. dari
segi penokohan, novel populer umumnya menampilkan tokoh-tokoh yang tidak jelas
identitas tradisi-kulturalnya ; c. tema yang diangkat umumnya menyangkut
percintaan para remaja yang masih bersekolah atau mahasiswa ; d. tokoh-tokoh
stereotipe. Ibu tiri: “kejam” ; e. konflik yang muncul berkisar pada status
sosial, perebutan pacar atau persoalan-persoalan remeh-temeh disekitar usia
pubertas ; f. latar tempat dan latar peristiwa, cenderung menampilkan latar
kontemporer dengan berbagai peristiwa yang actual ; g. makna dan amanat yang ditampilkannya
bersifat tunggal ; h. akhir cerita tidaklah terlalu sulit untuk ditebak, karena
memang sengaja dibuat demikian dan satu lagi yang dapat penulis temukan yaitu
bahasa yang digunakan biasanya tidak sesuai penulisan baku (EYD). Berikut
contoh cerpen dan hasil analisnya yang ternyata ciri yang ada pada cerpen berikut
sesuai dengan karakteristik yang ada pada sastra popular, sehingga cerpem
berjudul “Susahnya Bilang Putus” karya Linda Purnamasari dapat digolongkan
kedalam karya sastra populer.
Susahnya
Bilang Putus
Karya Linda Purnamasari
Hampir tiga bulan Karel pacaran sama
Natasha. Mereka sanggup buat anak-anak satu sekolah pada iri. Yang satu cantik,
yang satunya lagi ganteng. Benar-benar perfect couple. Awalnya Karel menikmati
keirian teman-temanya. Hatinya gembira banget karena berhasil memiliki salah
satu most wanted sekolah. Dia juga bangga kalo Natasha Mulai memamerkan
dirinya.
Tapi 2 Minggu belakangan, Karel
bawaanya males melulu ketemu Natasha. Cewek itu nggak pernah bosen nyeritain betapa kerenya Karel. Ngenalin
Karel sama temen-temenya dan pamer kemesraan di depan umum. Lama-lama Karel kan
jadi risih juga. Pas Karel lagi asyik ngelamun di kelas, Jono temannya sejak
SMP menepuk bahunya.
“Ngapain lo bengong kayak ayam
tetelo gitu?” Tanya Jono.
“Males Jon, jawab Karel pendek.
“Eh , tadi gue ketemu Natasha di
depan Lab. Biologi. Dia nanyain lo tuh!”
“Dia ngomong apa?”
“Dia bilang, lo disuruh anterin dia
bimbel abis pulang sekolah.”
“Halah, paling gue mau dipamerin
lagi sama temen-temenya. Lama-lama gue tengsin, Jon!”
“lho kenapa sih, Rel? gue
liat-akhir-akhir ini lo bete melulu sama Natasha, curhat dong Brow!”
Karel memandang Jono, “Menurut lo,
Natasha itu manfaatin gue nggak, sih?
“Manfaatin gimana?”
“Ya, bukanya gue sombong nih! Lo kan
tau gue lumayan populer.”
“Kalo itu sih gue juga tahu. Trus
apa hubunganya sama Natasha?”
“Sejak gue jadian sama Natasha, dia
tuh kerjaanya mamerin gue melulu kayak gak ada pekerjaan lain. Kalo kayak gini
terus pamor gue bukanya naik, malahan makin turun. Gue kan malu juga sama
anak-anak.”
“Masa iya sih, Bro? Eh, tapi gue
denger dari tetangga gue yang sekelas ama Natasha, kayaknya emang bener. Kata
tetangga gue, Natasha hobi banget mamerin lo.
“Terus gue harus gimana?”
“Mana gue tahu.”
“Ayolah Jon lo kan sahabat gue
banget. Kasih saran dong!”
“Lo putusin aja! Kenapa ribet
banget?”
Karel memikirkan kata-kata Jono,
anak itu kadang norak dan ceplas-ceplos, tapi omonganya manjur dan tepat.
“Eh, gue cuma becanda! Jangan lo masukin
hati,” kata Jono buru-buru begitu melihat ekspresi Karel yang serius mikir.
“Emang sih, Jon. Putus adalah solusi
terbaik. Tapi gue nggak mungkin mutusin Natasha. Entar dia sakit hati, lagi!”
kata Karel nggak menghiraukan ralat dari Jono”
“Trus?”
“Biar Natasha aja yang mutusin gue.
Tapi gimana caranya? Kalo gue ngomong langsung dia pasti marah”
“Lo punya ide?”
“Ada sih tapi udah basi, kita coba
dulu kali, ya?”
“Kenapa nggak?”
“Rencana pertama
Hari ini karel mulai menjalankan
rencananya. Emang si, udah basi banget. Tapi siapa tahu bakal berhasil. Dalam
rencana ini, Karel bekerja sama dengan teman sekelasnya yang bernama Cita.
Karel bakal pdkt dengan Cita di depan Natasha supaya doi marah. Nggak lama
kemudian, Natasha muncul dari ujung koridor. Karel dan Cita berdiri berdekatan.
“Cit, kemarin gue sama nyokap ketemu
nyokap lo, di minimarket dekat kompleks. Ternyata nyokap kita saling kenal.
Emang rumah lo di mana?” Karel mengawali percakapan.
“Rumah kita kan satu kompleks cuma
beda blok aja, “jawab Cita”
“Oh, ya? Wah, deket dong kapan-kapan
gue boleh main ya!”
“Natasha gimana?”
“Dia sih gampang! Lo masih sendirian
aja kan ?”
Tiba-tiba Natasha merangkul lengan
Karel. Dia tersenyum manis pada Cita. Cita jelas-jelas kaget melihat ekpresi
Natasha.
“Hai, Cit! Lo lagi ngobrol sama cowok
gue ya? Gimana, dia orangnya asyik banget kan?” Tanya Nata denga ramah.
“Iya, Nat!” Cita mati gaya di depan
Nata.
“Cowok gue gitu loh! Paling top deh!”
Karel melepaskan rangkulan Natasha.
Nat, risih tau dilihatin orang-orang.”
“Sini ikut gue,” bisik Natasha
sambil menarik ke tempat yang ngggak begitu rame.
“Apaan sih?” tanya Karel.
“Jam 4 sore jemput gue ke rumah,”
jawab Natasha.
“Eman lo mau kemana?”
“Gue mau kesalon.”
“Ke salon? Bukanya 2 hari yang lalu
lo baru saja dari salon?”
“Karel, kayaknya gue harus tampil
maksimal supaya mata lo nggak ngelirik ke sana-ke mari.
***
Rencana Kedua.
Rencana Karek hari ini benar-benar gila. Dia yang biasanya
tampil cool, hari ini menjadi makhluk paling jorok sedunia. Dia tahu Natasha
benci sama orang yang jorok. Sebenarnya, maunya Karel cuma satu : supaya Karel
bilang ‘Putus’.
Ketika karel memasuki kelas, semua memandangnya dengan
takjub. Bayangin, hari ini Karel Cuma cuci muka. Bajunya kayak seabad nggak
disetrika. Sepatunya kotor dan berdebu dan kayak abis dipakai lari marathon di
padang pasir. Dan kayaknya karel belum sisiran sejak bangun tidur.
“Rel, lo udah gila ya?” teriak Jono ketika melihat
tampangnya Karel.
“Namanya juga pengorbanan, Bro!” jawab Karel santai.
“Ketika matahari sudah tepat di atas kepala, Karel mulai
garuk-garuk badan. Sementara itu Jono yang duduk disebelahnya menutup hidung
rapat-rapat.
“Ngapain lo tutup hidung?” Tanya Karel.
“ Nah , lo sendiri ngapain garuk-garuk gitu!” Jono balik
bertanya.
“Badan gue gatel nih, lengket lagi!”
“Dari sini banunya juga udah kecium, gila! Asem banget.”
“Mereka menahan tawa.
Istirahat kedua telah tiba Natasha menerobos masuk ke dalam
kelas Karel. Malihat Natasha dating Karel merentangkan tangan berniat
memuluknya, Tapi ketika jarak mereka tinggal beberapa jengkal, Natasha malah
menghindar.
“Hueeek….,” ucap Natasha jijik.
“Kenapa? Tanya karel pura-pura bego.
“Lo bau banget tau! Dasar jorok!”
“Biarin.”
“Lo tuh nyebelin banget sih!” Dalam hati Karel ketawa. “Ayo
Nat, bilang putus!” Batinnya.
“Mulai besok, gue harus dating ke rumah lo sebelum berangkat
sekolah. Gue nggak mau lo tampil menyedihkan kayak hari ini. Bikin malu aja”
Kata Nata berapi-api.
Cewek itu keluar dari kelasnya Karel penuh emosi. Jono yang
nglihat itu semua cuma bisa menatap Karel dengan bingung. Karel mengangkat bahu
dengan lesu.
“Gila. Susah banget Natasha bilang putus,” ucapnya kesal.
“Gue nyerah, Rel! Stok ide gue sudah mepet,” kata Jono putus
asa.
***
Karel udah ga tahu harus berbuat apa supaya Natasha mutusin
dia. Siang ini begitu bel pulang berbunyi, Natasha menyeret Karel ke kanti.
Ternyata kantin udah penuh sama temen-temenya Natasha.
“Hai semua, maaf telat!” seru Natasha centil.
“Nggak lama kemudian udara kantin terkontaminasi oleh berbagai
macam gosip. Karel ngerasa jadi alien diantara cewek-cewek itu.
“Dengerin ya semuanya! Hari ini nilai Matematika cowok gue
paling tinggi di kelas. Hebat nggak sih?” kata Natasha bangga.
“Wah, lo hebat banget, Rel!”
“Natasha ketularan pinter, dong!”
“Lo nggak salah pilih cowok, Nat!”
Kira-kira begitu komentar teman-teman Natasha. Karel cuman
nyengir kuda nanggepin semua itu. Nggak penting banget sih!
“Gimana kalo kita usul sama Pak Gunawan supaya Karel ikut
Olimpiade Matematika?” usul Natasha.
Mata Karel hampir copot karena melotot sakinh lebarnya. Otak
Nata sudah kebalik, apa? Bisa-bisanya dia puny aide gila kayak gitu?” omel
Karel dalam hati.
“Setuju….!!” Jawab
temen-temen Natasha kompak”
Dan kalian tidak tahu semua kalo Karel suka banget sama sepakbola?”
kata Nata se-dramatisir mungkin.
“Oh… so sweet,” puji
temen-temen Natasha.
“Tiba-tiba Karel teringat sesuatu. “Sejak kapan gue ngerti
sepakbola?” pikir Karel.
“Rel, lo suka nggak sama Bambang Pamungkas?” Tanya salah
satu teman Natasha.
“Bam… Bambang Pamungkas?” Tanya Karel dengan muka bego.
Tuh kan pemain sepak bola asal Indonesia aja nggak tahu!
“Bambang Pamungkas tu siapa ya? Kayaknya pernah denger. Kalo
Bambang Sucipto, gue malah tahu. Dia kan Pak Dee gue,” batin Karel jengkel.
“Lo nggak tau Bambang Pamungkas?” Tanya teman Nata tadi.
“Enough! Gue udah cukup dipermalukan. Kalo gue terus-terusan
ngeladenin Natasha, gue sampe rumah ntar subuh,” piker Karel.
“Lia, Karel bukanya nggak tau. Bahkan dia kenal sama Bam…,”
belum selesai Nata berkata, Karel tiba-tiba pergi tanpa permisi. Jelas-jelas
aja cewek-cewek itu pada kaget.
***
Pagi-pagi banget, Natasha datang ke kelasnya Karel. Begitu
tahu ceweknya datang, Karel malah menghindar. Dia keluar dari kelasnya. Nataha
stengah berlari mengejar langkah panjang Karel. Natasha mencengkeram lengan
tangan Karel untuk menghentikan langkah cowok itu.
“Apa-apaan sih lo! Teriak Karel,marah.
“Elo yang apa-apaan! Ngapain lo kemarin pergi tanpa pamit?
Lo bener-bener bikin gue malu! Natasha bales berteriak.
“Nat, yang malu itu seharusnya gue! Kemarin gue pergi begitu
aja, soalnya gue udah muak dengerin bualan lo!”
“Gue juga udah bete sama tindakan-tindakan konyol yang lo
buat kemarin-kemarin.” Sejenak mereka terdiam.
“Jujur ya Nat. Gue capek jalan sama lo. Gue rasa, kita emang
nggak cocok.” Kata Karel.
“Rel, gue sebenarnya juga nggak cinta sama lo. Gue pacaran
sama lo semata-mata demi Reta. Lo inget reta, kan? Dia adalah cewek yang pernah
lo putusin. Dan sejak saat itu, dia benci banget sama lo,” kat Natasha.
“Trus, apa hubunganya lo sama Reta?”
“Gue temenya waktu SMP. Gue harap lo bisa ngertiin gimana
perasaan kita kalo sahabat kita disakitin. Maafin gue ya, Rel! Mendingan kita
lupain aja apa yang pernah kit alamin.”
Tiba-tiba Karel menangkap sinyal dari kalimat terakhir
Natasha.
“Jadi….,” kata Karel. “kita putus?” Natasha mengangguk.
“Thanks God!” batin Karel seneng banget.
“Rel, kalo gue naksir sama teman sekelas lo, nggak apa-apa
kan?” Tanya Nata.
“Emang lo naksir siapa? Andi?” tebak Karel.
Andi adalah anggota tim basket sekolah. Orangnya cakep juga
sih!
“Natasha menggeleng, “Bukan.”
“Trus?”
“Jono.”
“?????”
Pada cerpen di atas, yang berjudul
“Susahnya bilang putus” mempunyai karakteristik yang sama persis dengan ciri
sastra populer. Hasil analisisnya sebagai-berikut :
Bentuk cover yang ditonjolkan dalam
cerpen berjudul “Susahnya Bilang Putus” tersebut tidak terlalu ramai, hanya
seorang laki-laki dan seorang wanita, namun sesuai dengan ciri bahwa dalam
karya sastra popular covernya berisi tentang wanita dan pria, dalam cerpen
tersebut terdapat ilustrasi seorang laki-laki yang memegang erat wanita, seolah
sulit untuk melepaskan, namun sebenarnya memiliki makna bahwa sang lelaki sulit
untuk bilang putus.
Dalam cerpen berjudul “Susahnya
Bilang Putus” karya Linda Purnamasari tersebut memang menampilkan penokohan
yang tidak jelas identitas budayanya, seperti tokoh Karel, tidak jelas dari
mana asalnya, latar belakang keluarganya, pembawaanya seperti apa, tidak dijelaskan
seluk-beluknya secara detail. Demikian dengan Natasha pun identitasnya tidak
diketahui secara pasti.
Tema yang diangkat dalam cerpen
“Susahnya Bilang Putus” sangat sesuai dengan ciri tema karya sastra popular,
karena memang dalam cerita tersebut tema yang diangkat yaitu tentang
percintaan, lebih khusunya lagi topik yang diangkat yaitu susahnya untuk putus
dalam sebuah percintaan.
Tokohnya sangat sesuai dengan ciri
yang ke 4, bahwa tokoh-tokohnya stereotype atau berbentuk stagnan, sesuai
dengan penggambaran yang sering digunakan, seperti tokoh Karel tersbut, yang
karena memang pintar, popular disekolah dan ganteng, maka ia bersikap dingin.
Mungkin jika tidak stereotipe bisa jadi tokoh Karel tersebut bersikap pemalu,
dan minder.
Konflik yang diangkat dalam cerpen
tersebut memang berkaitan dengan soal percintaan yang memang remeh-temeh, yaitu
hanya ingin putus tetapi tidak bisa-bisa sebab dari pihak pria ingin kalau Ia
ingin diputus bukan yang memutus, sebab ia tidak ingin melukai pasanganya.
Adapun penyebab ingin putus karena hal sepele juga yaitu disebabkan karena
pihak laki-laki merasa dimanfaatkan dan suka dipamer-pamerkan, sehingga ia
merasa reputasi dan kepopuleranya turun.
Cerpen tersebut berlatar tentang
lingkungan pendidikan, dengan peritiwa yang diangkat memang sangat baru,
sehingga sangat fresh dan jarang diangkat, cerpen tersebut juga memang hanya
menampilkan satu pesan tunggal yaitu bilamana tidak ingin disakiti ataupun
dipermalukan maka janganlah melakukannya pada orang
Latar peristiwa tersebut memang berawal ketika
Karel si cowo pernah melukai mantanya dengan meninggalkanya, dan Natasha yang
tidak lain teman manyanya Karel ingin membalaskan luka temanya tersebut
Akhir cerita yang disajikan memang tidak sulit ditebak yaitu
dari sulitnya untuk memutuskan pacar dengan berbagai macam cara, dan akhirnya
berhasil untuk putus.
Penambahan
ciri yang ditemukan yaitu dari segi bahasa yang memang sangat bernuansa remaja
contoh penngunaan sapaan “Jon” , kata ganti : lo, gue untuk saya, kata yang
digunakan juga cenderung hasil pemendekan seperti nih, tuh,emang yang tidak
lain asal katanya dari ini, itu, dan memang.
Setelah
mengetahui setelan pengertian, ciri, karekeristik dari masing-masing jenis
karya sastra tersebut yang jelas-jelas membatasi dan memisahkan antara
keduanya, lalu apakah karya sastra yang awalnya dianggap adiluhung, dalam
perkembanganya dapat berubah menjadi sastra popular? Berkaitan dengan hal ini Rochani Adi (2011) menyatakan bahwa
suatu karya sastra populer yang ditulis untuk memenuhi selera publik menjadi
adiluhung karena ternyata mengandung nilai-nilai kesastraan yang tinggi.
Mungkin bilamana menangkap pendapat demikian bisa jadi sastra yang adiluhung
juga bisa menjadi populer.
Nurgiyantoro mengemukakan sebuah definisi
secara singkat bahwa sastra popular merupakan sastra yang populer pada masanya
dan banyak pembacanya khususnya pembaca di kalangan remaja. Melihat pengertian
tersebut dapat diambil hipotesis yaitu sastra
yang adiluhung dapat pula menjadi sastra popular bilamana mendapat momen dimana
cerita yang diangkat sedang popular pada masanya.
KESIMPULAN
Tidak
ada seorangpun yang bisa untuk menghentikan arus modernisasi. Hal ini berlaku
pada perkembangan sastra yang tidak lain juga efek globalisasi, yang tadinya
hampir semua ciptaan sastra adiluhung namun sekarang berkat adanya budaya
populer dan peran budaya massa lahirlah sastra popular. Pandangan negatif yang
tercantum daripada budaya popular akibat pengaruh daripada Amerika yang
panjang tidak dapat
dihindari lagi, akan
tetapi budaya popular boleh dapat
menciptakan budaya saingan yang memberikan makna positif bagi kehidupan
manusia, khasnya perkembangan kaum muda.
Sebagaimana
dikatakan Hall (2005), budaya populer adalah arena konsensus dan resistensi
dalam memperjuangkan makna budaya, maka dapat disimpulkan bahwa budaya popular merupakan
tempat di mana hegemoni budaya diterima atau ditentang.
DAFTAR
PUSTAKA
Burton,
G. 2008. Media dan Budaya Populer.
Yogyakarta: Jalasutra
________.
2012. Esensi dan Orientasi Sastra Adiluhung. Tersedia pada : http://buahpena-ku.blogspot.com/2012/09/esensi-dan-orientasi-sastra-adiluhung.html.
Diakses pada 13 November 2013
Deka,
dhenny. 2013.Lokananta dan Budaya Populer. Tersedia pada : http://dhennydeka.blogspot.com/2013/05/lokananta-dan-budaya-populer.html.Diakses pada 13 November 2013
Nurgiyantoro,
Burhan.2007. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Purnamasari,
Linda. “Susahnya Bilang Putus.” Gaul 46 (Desember 2009) : 26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar