Translate

Jumat, 22 November 2013

Kajian Wacana : Bagian Referensi dan Inferensi



Kajian Wacana : Bagian Referensi dan Inferensi

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Melihat fenomena yang terjadi dalam tindak tutur dalam kehidupan masyarakat sehari-hari mengenai pemikiran kita tentang suatu hal dan cara mengambil suatu simpulan atau interpernsi yang berupa anggapan atau argumen terhadap apa yang disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu, kita sangat penting mengetahui tetang bagaimana kita melakukan pengkodean terhadap bahasa.
Referensi di dalam bahasa yang menyangkut nama diri digunakan sebagai topik baru (untuk memperkenalkan) atau untuk menegaskan bahwa topik masih sama. Topik yang sudah jelas biasanya dihilangkan atau diganti. Pada kalimat yang panjang, biasanya muncul beberapa predikat dengan subjek yang sama dan subjek menjadi topik juga. Subjek hanya disebutkan satu kali pada permulaan kalimat, lalu diganti dengan acuan (referensi) yang sama.
Sedangkan Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
Kedua istilah ini tidak terlepas dalam percakapan atau tindak tutur dalam kehidupan sehari. Oleh karena itu, kita perlu memahami kedua istilah ini lebih mendalam.

       2 .   Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan rumusan masalah yaitu:
1.      Apakah pengertian referensi dan inferensi?
2.      Apa sajakah jenis-jenis referensi dan inferensi?

3.    Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa sebagai referensi kuliah secara 1.Menambah khasanah pengetahuan mengenai referensi dan inferensi dalam tindak tutur  bahasa dalam kehidupa sehari-hari.
2.Bermanfaat untuk dapat mengetahui jenis-jenis referensi maupun inferensi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Referensi
1. Pengertian Referensi
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal atau berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, 2003). Menurut Ramlan (1993) yang dimaksud referensi (penunjukan) adalah penggunaan kata atau frasa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa, atau mungkin juga satuan gramatikal yang lain. Dengan demikian, dalam penunjukan terdapat dua unsur, yaitu unsur penunjuk dan unsur tertunjuk. Kedua unsur itu haruslah mengacu pada referen yang sama.
Dalam wacana lisan atau tulisan, kita temukan berbagai unsur seperti pelaku perbuatan. Penderita, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku dan tempat perbuatan. Unsur itu acap kali harus diulang-ulang untuk memacu kembali atau memperjelas makana. Karena itu pemilihan kata serta penempatannya harus benar sehingga wacana tadi tidak hanya kohesif tetapi juga koheren.  Dengan kata lain Referensinya atau pengacuannya harus jelas. Perhatikan yang berikut :

(48) Wati duduk termenung di serambi muka, wajahnya sayu dan matanya tergenang oleh air mata kepedihan. Kata terakhir dari Mas Gomloh telah menyobek – nnyobek keping hatinya yang makin hari makin menipis.
Pada wacana di atas kita temukan dua pelaku perbuatan (1)  Wati yang duduk termenung dan (2) Gomloh yang telah menyobek-nyobek hati Wati. Walaupun demikian, acuan darinya pada wajahnya, matanya dan hatinya adalah Wati, meskipun yang ditempatkan sesudah Gombloh. Penafsiran yang terakhir itu disebabkan oleh kenyataan bahwa Gomloh adalah pelaku yang menyobek – nyobek hati orang dalam wacana itu  tidak lain dari pada Wati. Sisipan Gomloh ternyata mengubah pengacuan dari-nya.
            Di pihak lain, dapat pula terjadi perubahan pengacuan apabila sisipan konsep telah dilakukan. Perhatikan contoh (49) berikut.
(49) (a) Pukul 2.00 malam Ardi baru pulang. (b) Dengan berjingkat – jingkat dia memasuki kamarnya (c) Tentu saja Ibunya tidak terbangun. (d) Tapi memang dasar sial, Bu Rochmah terbangun juga  (e) Dia dari ranjangnya dan dengan mata setengah tertutup menyalakan lampu.
Dari (a) sampai (c) dia dan –nya mengacu ke Ardi. Pada kalimat (d) munculah acuan lain, yakni Bu Rochmah. Karena makna tiap – tiap kata dan kalimat pada (d) dan (e) terbentuklah acuan baru. Dari saat itu dia dan –nya mengacu ke Bu Rocmah dan bukan ke Ardi lagi.
Urutan penempatan pronomina seperti dia dalam kalimat juga dapat membedakan acuan. Perhatikan dua kalimat berikut.
(50)  a.Anwar dan dia pun segera pergi
         b.Dia datang dan Anwar pun segera pergi
Pada (50a) dia sangat mungkin mengacu ke Anwar, sedangkan pada (50 b) Anwar tidak mungkin mempunyai referen yang sama dengan dia.

     2.    Referensi Berdasarkan Tempat Acuannya
Lebih lanjut Sumarlam (2003:23) menegaskan bahwa berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis:
a.       Pengacuan Endofora
b.      Pengacuan Eksofora

a. Pengacuan Endofora
      Referensi ini, apabila acuanya (satuan yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks, dan Endofora terbagi atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuannya (referensinya).
1.      Anafora
Merpakan piranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya. Piranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia, mereka, konjungsi keterangan waktu, alat dan acara.  Contoh: Bu Mastuti mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh ijazah sejauhnya dua tahun lalu. Pada kata dia beranafora dengan Bu Mastuti.


2.      Katafora  
            Merupakan piranti dalam bahasa yang merujuk slang dengan anteseden yang dibelakngnya. Contoh: Setelah dia masuk, lansung Toni memeluk adiknya.
Salah satu interpretasi dari kalimat di atas ialah bahwa dia merujuk pada Toni miskipun ada kemungkinan interpretasi lain. Gejala pemekain pronominal seperti dia yang merujuk pada anteseden Toni yang berada di sebelah kanannya inilah yang disebut katafora.

b.  Pengacuan Eksofora
Referensi eksofora, apabila acuanya berada atau terdapat di luar teks percakapan.
Contoh: mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinya.


3.  Referensi Berdasarkan Tipe Satuan Lingual
Tipe Referensi menurut, Halliday dan Hasan (dalam Hartono 2000:147) yaitu:

1. Referensi Personal
Referensi persona mencakup ketiga kelas kata ganti diri yaitu kata ganti orang I, kata ganti orang II, dan kata ganti orang III, termasuk singularis dan pluralisnya. Referensi persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang). Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronominal persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga).
a.  Persona pertama
Persona pertama tunggal dalam bahasa indonesia adalah saya, aku, dan daku. Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk –ku dan  ku-. Di samping persona pertama, di dalam bahasa indonesia juga mengenal persona jamak, yaitu kami, dan kita. Kalimat berikut mengandung persona pertama jamak.
          b.Persona kedua
Persona kedua mempunyai beberapa wujud, yaitu engkau, kamu, anda, dikau, kau-, dan mu-. Persona kedua mempunyai bentuk jamak engkau dan sekalian.
         
c.Persona ketiga
Ada dua macam persona ketiga tunggal, (1) ia, dia, atau –nya, dan (2) beliau. Adapun persona ketiga jamak adalah mereka.
B. Inferensi
Sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi.
Menurut Moeliono (dalam Mulyana,2005: 19) inferensi yaitu proses yang harus dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) sampai pada yang diinginkan oleh seorang penulis (pembicara).
Bisa disimpulakan bahwa Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lain;
1.      Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya. Contoh: 
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita lansung menarik kesimpulan (inferensi)
bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.


2.      Inferensi Tak Langsung
 Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua atau lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Saya melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut, misalnya:
C: kamar itu memiliki plafon

Contoh yang lain;
a. Sebuah truk datang melaju dan membelok ke kanan
b. Kendaraan itu hampir melanggar tiang listrik
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut, misalnya:
c. Truk itu adalah kendaraan

Inferensi terjadi, jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis. Contoh :
Orang suatu saat berkunjung ke tetangganya dengan harapan untuk mendapat pinjaman uang. Dalam usahanya itu mungkin sekali itu akan menyatakan wacana berikut :
(51)  Tanggal tua seperti ini repot sekali pak haji bulan lalu sudah habis, istri tidak bisa bekerja dan anak – anak pada sakit yang paling berat yang bungsu Pak. Panas dia naik turun terus selama empat hari ini. Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat.
Dari wacana di atas jelas tidak ada pernyataan bahwa orang itu ingin meminjam uang. Namun sebagai pesapa, kita harus dapat mengambil inferensi apa yang di maksudkannya. Pengambilan inferensi pada umumnya memakan waktu lebih lama daripada penafsiran langsung, yang  tanpa memerlukan inferensi. Hal ini merupakan bukti, ada sesuatu yang tidak disampaikan kepada pembaca atau pendengar.
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembaca, karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi.
Contoh (53) lebih lama untuk menafsirkan daripada (52) karena (53) memerlukan untuk mengadakan inferensi atau menyimpulkan berdua tahap.
(52)  a. Mereka mengeluarkan makanan dalam perjalanan itu
         b. Mendoanya sudah tidak hangat lagi
          (53)  a. Mereka mengeluarkan persendian dalam perjalanan itu
          b. Mendoanya sudag tidak hangat lagi.
Pada (52) hubungan semantik antara makananan dan mendoan dapat lebih cepat dirasakan. Sebaliknya pada (53) hubungan antara persediaan mencakup hal lain disamping makanan.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Referensi  yang digunakan dalam bahasa adalah unsur-unsur yang disebut pelaku atau perbuatan, penderita perbuatan (pengalami), pelengkap perbuatan dan perbuatan yang dilakukan pelaku, serta tempat perbuatan dapat kita temukan, baik pada wacana lisan maupun tulis. Unsur tersebut sering diulang untuk memperjelas makna, dan sebagai acuan (referensi). Karena itu, pemilihan kata serta penempatannya harus benar sehingga wacana tadi tidak hanya kohesif, tetapi juga koheren. Dengan kata lain, referensinya atau pengacuannya harus jelas.
Sedangkan Inferensi merupakan proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi  atau acuan bagi pembaca dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan dapat memperkaya khazanah tentang referensi dan inferensi kewacanaan.










DAFTAR PUSTAKA


Mulyana. 2005. Kajian Wacana: teori metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Tugiati, Tutut. 2004. Wacana Bahasa Indonesia. Purwokerto : Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Pengkategorian Sastra Anak



Pengkategorian Sastra Anak ( Ikhtisar Contoh)
Diajukan Untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
Kajian Sastra Anak

Disusun Oleh
Bangkit Bagas W        1101040089



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN




1. Cerita Realisme
Kategori : Realisme Historis

Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro adalah putra Sultan Hamengkubuwono III dari selir Raden Ayu Mengkarawati-putri Bupati Pacitan. Semenjak kecil, diasuh oleh neneknya, Ratu Ageng di Tegalrejo.
Konflik Pangeran Diponegoro dengan Pemerintah Hindia Belanda bermula pada Mei 1825, saat pemerintah kolonial berencana membangun jalan untuk melancarkan sarana transportasi dan militer di Yogyakarta. Pembangunan tersebut akan menggusur banyak lahan, termasuk tanah milik keluarga besar Pangeran Diponegoro di Tegalrejo, di tanah leluhur tersebut terdapat makam nenek moyang Pangeran Diponegoro. Untuk menyelesaikan masalah tanah itu, sebenarnya Residen Belanda, A.H.Smisaert mengundang Pangeran Diponegoro untuk menemuinya. Namun undangan itu ditolak mentah-mentah olehnya.

Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan pematokan di daerah yang dibuat jalan. Pematokan sepihak tersebut membuat Pangeran Diponegoro geram, lalu memerintahkan orang-orangnya untuk mencabuti patok-patok itu. Melihat kelakuan Pangeran Diponegoro, Belanda mempunyai alasan untuk menangkap Diponegoro dan melakukan tindakan. Tentara meriam pun didatangkan ke kediaman Diponegoro di Tegalrejo. Pada tanggal 20 Juli 1825 perang Tegalrejo dikepung oleh serdadu Belanda.
Akibat serangan meriam, Pangeran Diponegoro besrta keluarganya terpaksa mengungsi karena ia belum mempersiapkan perang. Mereka pergi menyelamatkan diri menuju ke barat hingga ke Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, lalu meneruskan kearah selatan sampai ke Goa Selarong. Goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul ini, kemudian dijadikan sebagai basis pasukan.
Kemudian, Pangeran Diponegoro menghimpun kekuatan. Ia mendapat banyak dukungan dari beberapa bangsawan Yogyakarta dan Jawa Tengah yang kecewa dengan Sultan maupun Belanda. Salah satu bangsawan pengikut Diponegoro adalah Sentot Prawirodirjo seorang panglima muda yang tangguh di medan tempur.
Awalnya pertempuran dilakukan terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri, dan artileri oleh Belanda. Pihak Diponegoropun menanggapi dan berlangsunglah pertempuran sengit di kedua belah pihak. Medan pertempuran terjadi di puluhan kota dan di desa di seluruh Jawa.  Jalur-jalur logistik juga dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang.  Belanda menyiapkan puluhan kilang mesiu yang dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Mesiu dan peluru terus diproduksi saat peperangan berlangsung. Selain itu Belanda juga mengarahkan mata-mata utuk mencari informasi guna menyusunn setrategi perang.

Selanjutnya Diponegoro beserta pengikutnya mengunakan strategi gerilya, yakni dengan cara berpencar, berpindah tempat lalu menyerang selagi musuh lengah. Strategi ini sangat merepotkan tentara Belanda. Belum lagi Pangeran Diponegoro mendapat dukungan rakyat. Awalanya sendiri peperangan banyak terjadi di daerah barat kraton Yogyakarta seperti Kulonprogo, Bagelen, dan Lowano (Perbatasan Purworejo-Magelang). Perlawanan lalu berlanjut kedaerah lain: Gunung kidul, Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitar Semarang.

Serangan-serangan besar dari pendukung Diponegoro biasanya dilakukan pada bulan-bulan penghujan karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan Belanda terhambat. Selain itu, penyakit malaria dan disentri turut melemahkan moral dan fisik pasukan Belanda.
 Belanda kewalahan menghadapi perlawanan Diponegoro. Hingga akhirnya pada tahun 1827 pemerintah Hindia Belanda menerapkan setrategi jitu untuk mematahkan perlawanan gerilya ini. Belanda menerapakan setrategi Benteng Stelsel, benteng-benteng pertahanan dibangun dan dijaga terus-menerus setelah tentara Belanda berhasil menguasai daerah yang ditingalkan pasukan Diponegoro. Akibat Benteng Stelsel tersebut Pasukan Diponegoro semakin terjepit. Akhirnya pada tahun 1829, Kiai Maja, pimpinan sepiritual pemberontakan berhasil ditangkap. Kemudian panglima perangnya satu-persatu menyerahkan diri termasuk Sentot Prawirodirjo.

Diponegoro sendiri akhirnya tertangkap di Magelang pada 25 Maret 1830. Penyergapan diponegoro terjadi saat menerima tawaran perundingan dari Jendral De Kock. Rampung perundingan , diponegoro langsung diciduk lalu dibuang ke Sulawesi penangkapan ini menjadi akhir perang jawa.
Namun bagi pemerintah belanda perang melawan Pangeran Diponegara merupakan pertempuran terberat selama menjajah nusantara. Dalam peranga ini banyak jatuh korban berjatuhan baik dari pihak Belanda maupun pribumi. Dokumen-dokumen Belanda menyebutkan ada sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terrenggut. Sementara itu ada 8000-an serdadu belanda  tewas.

Cerita tentang Perang Dipanegara termasuk dalam genre cerita Realisme khususnya cerita realisme historis. Hal itu karena cerita tersebut menampilkan ciri-ciri yang ada  pada realisme historis, diantaranya
Mengisahkan peristiwa pada masa lampau, yaitu peperangan antara kelompok pangeran dipanegara dengan Kolonialisme Belanda, cerita tersebut menunjukan perang dipanegara terjadi antara tahun 1825 dengan bersetting di daerah Yogyakarta, Jawa Tengah.
Dalam cerita tersebut juga dikisahkan tentang persenjataan dan bahkan taktik perang, ini sangat sesuai dengan unsure yang terdapat pada realism historis. Disebutkan dalam cerita tersebut pangeran Dipanegara menggunakan strategi gerilyanya yang sangat menyulitkan pasukan Belanda namun dalam mengahadapinya Belanda pun menerapkan strategi berupa Benteng Stelsel, benteng-benteng pertahanan dibangun dan dijaga terus-menerus setelah tentara Belanda berhasil menguasai daerah yang ditingalkan pasukan Diponegoro.


2. Fiksi Formula
Kategori Novel Serial

Cerita Fiksi Anak (Novel Serial)
Judul Novel        : Kulit Manusia Serigala (Goosebumps)
Pengarang          : R. L. Stine
Penerbit              : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit       : 1998
           Alex pergi ke rumah paman dan bibinya di Wolf Creek. Ia akan tinggal dan sekolah di sana untuk beberapa minggu karena orang tuanya pergi ke Paris. Alex menyukai fotografi, sama seperti paman dan bibinya. Awal sampai di Wolf Creek, ia mengutarakan keinginannya untuk menjadi manusia serigala saat Hallowen nanti dan keinginannya untuk memotret hutan di Wolf Creek. Pamannya langsung mengingatkannya akan sebuah rumah di sebelah rumah pamannya milik Mr dan Mrs. Marling. Mereka memperingatkan agar tidak dekat-dekat dengan rumah itu dan berhubungan dengan pemilik rumahnya, dengan alasan mereka punya anjing yang buas.
            Di Wolf Creek, Alex bersahabat dengan Hanna. Ia yang menemani Alex memotret di hutan. Suatu malam kamera Alex ketinggalan di hutan, sehingga ia harus mengambilnya. Malam itu juga, pertama kalinya ia mendengar lolongan serigala dan mengetahui sumber suara berasal dari rumah Mr. dan Mrs. Marling. Ia sangat takut dengan kejadian itu dan curiga kalau Mr. dan Mrs. Marling adalah manusia serigala yang ditakuti orang-orang di Wolf Creek. Alex menanyakannya pada Hanna dan ia membenarkan pertanyaan Alex. Akan tetapi Paman Colin dan Bibi Marta mengatakan kalau semua itu tidak benar. Mendengar penjelasan yang berbeda, Alex penasaran dan berusaha menyelidikinya agar ia tahu kebenaran semua itu. Suatu malam, ia menyelidiki sendiri tentang manusia serigala itu dan berniat memotretnya. Ia mengikuti kemana serigala yang selalu melolong tiap malam dan berusaha memotret keduanya agar ia bisa punya bukti tentang manusia serigala. Alex berhasil mengikuti sampai tengah hutan, menyaksikan apa yang dilakukan kedua manusia serigala itu dan berhasil mengambil gambar mereka dalam berbagai posisi dan kesempatan. Alex yakin kedua serigala itu adalah Mr. dan Mrs. Marling, karena ketika matahari mulai muncul mereka pulang ke rumah di sebelah rumah pamannya. Namun, ia sangat terkejut ketika ia tahu bahwa kedua serigala yang diikutinya adalah Paman Colin dan Bibi Marta. Ia tak percaya, paman dan bibinya adalah manusia serigala. Berarti selama ini mereka selalu mengarang cerita, mereka mengatakan kalau mereka pergi tiap malam untuk memotret hewan-hewan malam di tengah hutan.
Alex mengatakan kenyataan tersebut pada Hanna. Mereka punya rencana, mereka akan memakai kostum serigala milik paman dan bibi ketika Hallowen, tepat saat bulan purnama. Rencana mereka berhasil, Paman Colin dan Bibi Marta mencari kostum mereka tersebut. Saat bulan purnama tepat tinggi, mereka seperti tersiksa. Namun, akhirnya mereka berterima kasih pada Alex dan Hanna, karena tindakan mereka membuatnya terbebas dari kutukan. Alex dan Hanna mengembalikan kostum itu ke rumah Mr. dan Mrs. Marling. Betapa terkejutnya Alex karena di sana masih ada kostum serigala. Ia menanyakannya pada Hanna. Ia pun menjawab kalau kostum yang dipakainya adalah miliknya. Alex kembali terkejut mendengar pernyataan Hanna tersebut.
Cerita tersebut terklasifikasi kedalam Jenis Fiksi Formula dengan Sub-babnya yang berkenaan dengan Novel serial. Ini karena secara formatnya Novel yang sedimikan panjang dibentuk berseri-seri atau terpisah hingga seperti cerpen, namun tetap memiliki suatu kesatuan yang utuh. Selain itu novel model ini dapat memberikan kemudahan pada pembaca khusunya anak-anak.
3. Cerita Fantasi
Kategori : Fantasi Tinggi

Sinopsis The Lord of the Rings: The Fellowship of The Rings
Cerita The Fellowship of The Rings dimulai dengan kisah bagaimana seorang hobbit bernama Bilbo Baggins dari The Shire, telah mengembara ke Misty Mountain dan bertemu dengan Gollum yang telah tinggal di dalam sebuah gua di gunung tersebut selama 500 tahun. Bilbo berhasil mencuri cincin milik Gollum dan kemudian membawanya pulang ke The Shire. Tanpa disadari, cincin tersebut mempunyai kekuatan sakti.
Pada ulang tahunnya yang ke-111, Bilbo memutuskan untuk meninggalkan The Shire dan menuju ke Rivendell. Bilbo ingin menghabiskan masa tuanya dengan menulis buku tentang pengembaraannya dengan seorang Dwarf mencari harta karun di Lonely Mountain, di mana terdapat seekor naga yang menyembunyikan emas permata di bawah badannya. Sebelum melakukan perjalanannya, Bilbo mewariskan cincin sakti yang disebut One Ring kepada keponakannya yang bernama Frodo Baggins.
Seorang Wizard yang juga sahabat Bilbo bernama Gandalf menyarankan Frodo untuk menghancurkannya ke Mount Doom. Penghancuran cincin ini untuk menghalangi niat jahat Sauron yang ingin menguasai Middle-Earth. One Ring dibuat oleh Sauron, Dark Lord dari Mordor, cincin tersebut sesungguhnya digunakan untuk menguasai Middle-Earth dan memperbudak rakyatnya.
Frodo berangkat ke Mount Doom bersama seorang sahabatnya yang bernama Samwise Gamgee. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan Merry dan Pippin yang akhirnya ikut bergabung bersama Frodo dan Sam. Perjalanan para hobbit ini terus dibayangi oleh Black Rider yang merupakan utusan Sauron untuk mengawasi si pemegang cincin.
Ketika sampai di Bree, empat hobbit ini memutuskan untuk beristirahat di The Prancing Pony. Ditempat tersebut mereka bertemu dengan seorang Strider yang bernama Aragorn. Ternyata Strider tersebut adalah utusan Gandalf yang bertugas menemani para hobbit hingga ke Rivendell, tempat penguasa Elf berkuasa dan akan terjadi pertemuan penting antara semua ras penghuni Middle Earth.
Keesokan harinya Strider menemani mereka untuk meneruskan perjalanan ke Rivendell. Pada malam harinya, mereka kembali diserang oleh Black Rider. Frodo terluka dalam serangan itu karena ditikam oleh Black Rider. Dalam kepanikan karena Frodo terluka dan pingsan, tiba-tiba muncul seorang Elf yang bernama Arwen dan membawa Frodo ke Rivendell dengan kudanya.
Black Rider terus mengejar Arwen sampai ke Loudwater River. Saat Black Rider mencoba menyeberangi sungai, Arwen membaca mantra untuk membuat sungai tersebut memukul Black Rider dengan kuat dan membunuh mereka. Setelah berhasil mengalahkan Black Rider, Arwen dan Frodo melanjutkan perjalanan menuju ke Rivendell.
Pada saat yang sama, Gandalf yang terperangkap di puncak Menara Orthanc di Isengard meminta bantuan burung elang raksasa bernama Gwaihir untuk melepaskannya dari tawanan Saruman. Gwaihir membawa Gandalf ke Rivendell. Saat rombongan Aragorn dan para hobbit sampai di Rivendell, Frodo sudah sembuh dari lukanya. Elrond sang pemimpin bangsa Elf sangat kagum pada kekuatan mental Frodo yang sama sekali tidak terpengaruh dengan kekuatan jahat dari One Ring. Sementara itu, seluruh wakil pemimpin dari semua makhluk Middle-Earth berkumpul di Rivendell untuk membahas siapa yang akan membawa One Ring ke Mordor untuk dihancurkan. Saat tidak ada yang bersedia membawanya, tiba-tiba Frodo menawarkan diri untuk membawa One Ring ke Mordor. Maka terpilihlah orang-orang yang akan melakukan perjalanan ke Mordor, yaitu Gimli (Dwarf), Legolas (Elf), Aragorn dan Boromir (Men), Gandalf (Wizard), dan keempat hobit (Frodo, Sam, Merry, dan Pippin). Kesembilan orang tersebut tergabung dalam The Fellowship of The Ring.
Keesokan harinya kesembilan orang tersebut berangkat menuju ke selatan melewati Lothlorien. Untuk sampai ke Lothlorien, mereka harus melintasi Misty Mountain yang saat itu sedang mengalami badai salju dan reruntuhan batu-batuan. Namun akhirnya mereka menyerah pada cuaca dan mengalihkan jalur menuju ke Moria yang merupakan tempat tinggal Dwarf.
Di Moria, mereka diserang oleh Orcs. Orcs adalah manusia kerdil bodoh ciptaan Sauron yang tinggal di Hutan Mirkwood untuk membantu Sauron menguasai Middle-Earth. Karena jumlah pasukan Orcs yang tidak seimbang dengan jumlah The Fellowship, maka mereka melarikan diri ke jembatan Khazad-Dum. Celakanya di jembatan tersebut mereka telah dihadang oleh binatang raksasa yang menyerupai monster bernama Balrog. Pertempuran dengan Balrog menyebabkan Gandalf terjatuh ke dasar jurang dan menghilang.
Aragorn kemudian mengambil alih tugas Gandalf untuk memimpin The Fellowship sampai ke Mordor. Setelah perjalanan The Fellowship sampai di Lothlorien, mereka bertemu dengan seorang peri bijak yang bernama Galadriel. Galadriel memberikan bekal sampan, biskuit lembas, dan kaca. Dari kaca milik Galadriel, Frodo melihat masa depan dimana sahabatnya Sam akan menemui ajalnya jika tetap ikut dengannya ke Mordor. Frodo mulai bimbang pada perjalanannya, namun ia tetap harus menghancurkan One Ring.
Perjalanan berlanjut melewati sungai Anduin menuju ke selatan. Sampai di Fall of Rauros mereka berhenti untuk beristirahat. Saat beristirahat, Boromir ingin melihat dan memegang One Ring, namun Frodo menolaknya dan menyingkir dari Boromir. Tiba-tiba sekumpulan Orcs dan Uruk Hai menyerang The Fellowship. Gimli, Legolas, Aragorn, dan Boromir maju menghadapi serangan musuh, sedangkan Merry, Pippin, Frodo, dan Sam berlari menyembunyikan diri namun akhirnya mereka terpisah sementara Merry serta Pippin menjadi tawanan pasukan Orcs.
Frodo dan Sam berhasil menyelamatkan diri dan berlayar ke seberang sungai. Sementara Gimli, Aragorn, dan Legolas yang berhasil mengalahkan pasukan Orcs dan Uruk Hai harus merelakan Boromir yang tewas di medan perang. Gimli, Aragorn, dan Legolas melakukan penghormatan terakhir kepada Boromir dengan meletakkan mayatnya ke dalam sampan dan membiarkannya berlayar menuju sungai Anduin, kemudian ketiganya mulai mencari keempat hobbit.

Hasil analisis:
Cerita tersebut termasuk dalam kategori fantasi tinggi karena menawarkan sebuah cerita yang sulit diterima, seperti mahluk yang dapat hidup sampai 500 tahun, namun karena cerita dikembangkan dengan imajinasi yang lazim sehingga dapat diterima, cerita tersebut juga mengangkat sebuah kisah tentang baik dan yang jahat, sehingga sangat mirip dengan ciri yang dimiliki oleh cerita fantasi tinggi.

4. Sastra Tradisional
Kategori : Fabel
Kerbau dan Kambing
Seekor kerbau jantan berhasil lolos dari serangan seekor singa dengan cara memasuki sebuah gua dimana gua tersebut sering digunakan oleh kumpulan kambing sebagai tempat berteduh dan menginap saat malam tiba ataupun saat cuaca sedang memburuk. Saat itu hanya satu kambing jantan yang ada di dalam gua tersebut. Saat kerbau masuk kedalam gua, kambing jantan itu menundukkan kepalanya, berlari untuk menabrak kerbau tersebut dengan tanduknya agar kerbau jantan itu keluar dari gua dan dimangsa oleh sang Singa. Kerbau itu hanya tinggal diam melihat tingkah laku sang Kambing. Sedang diluar sana, sang Singa berkeliaran di muka gua mencari mangsanya.
Lalu sang kerbau berkata kepada sang kambing, "Jangan berpikir bahwa saya akan menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan pernah kamu lupakan."
Sangatlah jahat, mengambil keuntungan dari kemalangan orang lain.
Hasil analsisis :
Berdasarkan genre sastra yang diungkapkan oleh Lukens (dalam Nurgiyantoro hal 111) bahwa sastra dibagi menjadi enam macam yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisonal, puisi, dan nonfiksi.
Dari cerita yang berjudul Kerbau dan Kambing tersebut memiliki ciri-ciri yang sama dengan jenis Sastra tradional khususnya fabel, karena cerita tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro hal 115 bahwa fable adalah ‘cerita binatang yang dimaksudkan sebagai personifikasi karakter manusia’. Dapat berbicara, bersikap dan berperilaku layaknya manusia, misal dalam cerpen tersebut terdapat adegan yang merealisasikan sikap yang dilakukan kerbau seperti layaknya manusia dengan adanya dialog berikut "Jangan berpikir bahwa saya akan menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan pernah kamu lupakan."
Selain itu cerpen tersebut juga memiliki ciri-ciri fable dari segi struktur teks penulisan, yaitu penulisanya tidak panjang dan secara jelas mengandung ajaran moral, dan dalam cerpen tersebut ajaran moralnya missal : Sangatlah jahat, mengambil keuntungan dari kemalangan orang lain.
Alasan lain bahwa cerpen tersebut termasuk dalam klasifikasi sastra tradisional yang berspesifik pada fable yaitu pembuatnya tidak diketahui penciptanya, adapun pengarang cerpen tersebut bernama Aesop, namun itu hanya dugaan saja dan belum diketahui secara pasti.
5. Puisi
Kategori : Puisi
Judul Puisi       : Diam
Pengarang       : Afifah Fauzziyah R
Sumber            : Kompas Anak Minggu, 20 April 2008

Diam
Diam bukan berarti bisu
Diam bukan berarti kaku
Diam bukan berarti hantu
           Orang yang banyak diam adalah orang brilian
           Bak air tenang menghanyutkan
           Karena dengan baik dia menjaga lisan
           Agar terhindar dari dosa perbuatan
Fauziyyah R,
Kelas VI Al-Banna SDIT Abu Bakar Ash-Shidiq, Pati

Analisis; Jenis karya sastra anak diatas termasuk dalam karya puisi. Karena keterpaduan antar kata, baik pengulangan kata, permajasan dan unsure lain didayagunakan untuk mencapai efek keindahan kata-kata.
Puisi anak di atas juga sangat sederhana mengingat puisi tersebut memang dibuat berdasarkan tingkat perkembangan anak sehingga unsur pantangan, yaitu unsur yang yang secara khusus berhubungan dengan tema dan amanat yang menyangkut tentang seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian atau hal-hal yang bersifat negatif tidak ditonjolkan melainkan yang ditonjolkan dipuisi tersebut beramanatkan diam adalah emas.

6. Non-Fiksi
Kategori Biografi

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di desa Mayong, Kabupaten Jepara. Desa itu terletak sekitar 22 km dari pusat kota Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya Kartini adalah seorang wedono mayong bernama RMAA Sosroningrat sedangkan ibunya Mas Ajeng Ngasirah adalah dari kalangan rakyat biasa yang berstatus istri pertama tapi bukan istri utama.
Kartini kecil menjalani masa kanak-kanaknya dengan gembira. Apalagi setelah bersekolah di   Europese Lagere School.  Itu karena yang bisa bersekolah di sana hanya anak pribumi keluarga ningrat, Belanda–Indo dan Belanda asli. Kartini termasuk anak yang beruntung, bahkan di sana pun ia termasuk murid yang pintar, karena bisa berbahasa Belanda dengan baik. Sifatnya yang baik membuat banyak temannya menyenanginya.
Tetapi semua kegembiraan itu harus berakhir ketika usianya mencapai 12 tahun. Padahal Kartini ingin sekali melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Tetapi hal itu tidak dapat terjadi. Ia harus menjalani  pingitan. Sebagai wanita kaum ningrat ia harus menjalani tradisi itu.
Dengan terpaksa akhirnya Kartini pun hanya berdiam diri di rumah. Ia hanya belajar tata krama Jawa dan belajar agama Islam. Hal itu membuatnya cukup tertekan karena tidak bisa melihat dunia luar lagi. Sering hari-harinya dihabiskan dengan merenung dan menangis di kamarnya.
Untungnya saudara-saudara kandungnya memberi perhatian padanya. Demikian juga ayahnya. Mereka sering membawakan Kartini buku bacaan. Dan kebetulan Kartini senang membaca, ia pun merasa senang. Hari-harinya banyak dihabiskan dengan membaca termasuk membaca buku dalam bahasa Belanda.
Kesukaannya membaca ternyata membuka cakrawala berpikirnya. Apalagi setelah membaca buku Minnebrieven karya Multatuli. Dari buku itulah ia menjadi tahu bahwa penindasan kolonialisme Belanda di Indonesia memberikan dampak yang buruk bagi bangsanya. Terutama kaum wanitanya. Ia merasa keterbelakangan pada wanita Indonesia, apalagi jika dibandingkan dengan kemajuan kaum wanita di negara Barat.
Untungnya Kartini mempunyai banyak sahabat pena di negeri Belanda. Ia pun menghibur diri dengan berkorespondensi dengan mereka. Sering ia ungkapkan ide dan pikiran-pikirannya itu melalui surat. Yang paling mendukungnya adalah Rosa Abendanon. Darinya Kartini tertarik untuk memajukan wanita pribumi yang berstatus sosial rendah.
Tahun 1902 Kartini berkenalan dengan Tuan Van Kol dan nyonya Nellie. Mereka memberitahu  Kartini cara mendapatkan beasiswa agar bisa belajar di Belanda. Kartini lalu mengajukan lamaran untuk bisa bersekolah dengan beasiswa di negeri itu. Ia ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dokter. Tetapi ternyata semua itu tidak berjalan dengan mudah.
Untuk mengisi waktunya, Kartini kemudian membuka sekolah gratis untuk para gadis di Jepara, Jumlah muridnya tidak banyak memang, hanya sembilan orang. Tetapi Kartini tetap semangat mengajarkan mereka keterampilan menjahit, memasak, menyulam dan bahasa Jawa.
Kartini kemudian berminat sekolah guru di Jakarta. Tetapi ketika sedang senang-senangnya bersekolah, tiba-tiba ayahnya menerima lamaran dari Bupati Rembang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Calon suaminya itu berusia 50 tahun yang mempunyai beberapa anak.
Sesaat sebelum ia menikah, beasiswa sebanyak 4.800 gulden datang dari Belanda. Tetapi dengan terpaksa Kartini harus menggagalkannya karena ia harus menikah. Akhirnya beasiswa itu diberikan kepada seorang pemuda bernama Agus Salim.
Maka terjadilah pernikahan itu pada tanggal 8 November. Kartini pun pindah ke Rembang. Kekecewaan Kartini tidak bisa sekolah ke Belanda sedikit terobati oleh sang suami yang ternyata sangat memahami cita-citanya. Kartini bahkan diperbolehkan mendirikan sekolah untuk kaum wanita di Rembang. Di tengah kesibukannya, ia hamil dan sering sakit-sakitan. Akhirnya ia melahirkan seorang anak lelaki. Empat hari kemudian, di usianya yang sangat muda, 25 tahun beliau meninggal. Tepatnya tanggal 17 Sepetember 1904. Jenazahnya dimakamkan di desa Bulu Rembang.
7 tahun setelah Kartini meninggal, tepatnya tahun 1911, Mr.J.H. Abendanon menerbitkan kumpulan-kumpulan surat Kartini menjadi sebuah buku dengan judul Door Duisternis tot Licht. Buku itu sangat laris sehingga dicetak berkali-kali. Uang hasil penjualannya dikumpulkan oleh Yayasan Kartini di Deen Haag Belanda untuk membiayai kaum wanita Indonesia. Buku itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh sastrawan Armin Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Hasil analisis.
Biografi R.A kartini termasuk dalam Non fiksi,
Pada hampir semua biografi menonjolkan suatu riwayat hidup seseorang, tetapi dibatasi pada hal-hal tertentu saja yang tentu dianggap penting dan bahkan agar memiliki nilai jual. Biografi seperi contoh diatas digunakan untuk menguraikan pandangan tokoh yang bersangkutan, seperti pandangan tokoh dalam biografi R.A Kartini tersebut bahwa kolonialisme sudah menindas kaum perempuan dan ia ingin memajukan pikiran sesama wanita agar setara dengan kaum laki-laki.



BAB III
PENUTUP


A.                Kesimpulan
                      Berdasarkan Uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.   Sastra anak adalah sastra yang secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan.
2.  Sastra anak memiliki ciri yaitu Unsur pantangan, yaitu unsur yang yang secra khusus berhubungan dengan tema dan amanat, penyajian dengan gaya secara langsung, fungsi terapan adalah sajian cerita harus bersifat menambah pengetahuan yang bermanfaat.
3.   Genre Sastra anak ada beberapa jenis yaitu Realisme, Fantasi, Sastra tradisional, Nonfiksi, Puisi dan Fiksi formula.

     
B.                 Saran

      Sastra anak sangat penting dikenal oleh anak SD khususnya, oleh karena itu penulis memberikan saran sebagai berikut:
a.Guru paham mengenai sastra anak sebelum memberikan ilmunya ke murid.
b. Guru hendaknya ikut serta dalam melestarikan sastra anak dengan mengenalkan sastra anak pada muridnya.
c. Guru hendaknya menciptakan suasana pembelajaran sastra anak yang menyenangkan sehingga murid mudah memahami.
d. Guru hendaknya memiliki daya kreativitas dalam mengajar khususnya sastra anak sehingga anak akan tertarik dan berminat belajar mengeni sastra anak.